Paper
Iktiologi
EKOBIOLOGI
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
Dosen
Penanggung Jawab
Prof.
Dr. Ir. Hasan Sitorus, M.S
Oleh
:
TIUR
NATALIA MANALU
120302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang berjudul ”EKOBIOLOGI
IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)’’ ini
tepat pada waktunya. Makalah ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Iktiologi, di Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera utara.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Hasan
Sitorus, M.S, selaku dosen pembimbing
mata kuliah Iktiologi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang
membantu dalam penyususnan makalah ilmiah ini.
Semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua,
jika ada kata dan penulisan yang salah mohon di maafkan. Atas perhatiannya
penulis ucapkan terima kasih.
Medan, November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Penulisan
BIOGEOGRAFI IKAN CAKALANG
Kondisi Oseanografi yang
Mempengaruhi Penyebaran
Kondisi Geografis yang
Mempengaruhi Peyebaran
SISTEMATIKA IKAN CAKALANG
MORFOLOGI IKAN CAKALANG
KEBIASAAN MAKAN IKAN CAKALANG
REPRODUKSI IKAN CAKALANG
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
1.
Distribusi Vertikal Ikan Cakalang.......................................................................7
2.
Distribusi Geografis Ikan
Cakalang....................................................................8
3.
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)................................................................10
4. Beberapa spesies dari
famili Scombridae ........................................................11
5. Bentuk tubuh Fusiform Ikan Cakalang.............................................................13
6. Morfologi Ikan Cakalang..................................................................................13
7. Gerombolan Ikan Cakalang mencari makan.....................................................14
8. Siklus hidup dari famili Scombridae.................................................................17
LAMPIRAN
Ikan
Cakalang di Indonesia....................................................................................22
Penyebaran
Ikan Cakalang di Dunia......................................................................23
Indeks
Pola Musim Penangkapan Ikan Cakalang..................................................23
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Indonesia memiliki potensi sumberdaya
perikanan cukup besar dengan garis pantai (81.000,00 km) yang terpanjang kedua
di dunia setelah Kanada, memiliki lebih kurang 17.508 pulau dan luas perairan
sekitar 5,80 juta km2. Sumberdaya perikanan pelagis merupakan salah
satu sumberdaya perikanan yang mempunyai peranan sangat penting terhadap
perekonomian nasional karena potensi sumberdayanya yang berlimpah. Di Indonesia
sumberdaya perikanan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan
yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi
masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.
Penyebaran ikan pelagis merata di seluruh perairan Indonesia. Jenis ikan
pelagis yang banyak ditangkap di perairan adalah ikan spesies Lemuru (Sardinella longiceps), Tongkol (Euthynnus spp), Layang (Decapterus spp), Kembung (Rastrelinger sp), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan jenis ikan pelagis
lainnya. Perikanan merupakan
salah satu sektor ekonomi potensial yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia yang
semakin sulit. Peningkatan pertumbuhan manusia tidak sebanding dengan
peningkatan sumber daya alam yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Hal ini mendorong sektor perikanan untuk meningkatkan hasil tangkapannya.
Indonesia merupakan negara perairan yang masih memiliki kendala dalam bidang
penangkapan ikan. Salah satu kendala yang dihadapi oleh nelayan-nelayan
Indonesia adalah keterbatasan pengetahuan dalam penentuan posisi
penangkapan yang efisien atau daerah penangkapan ikan yang potensial.
Indonesia
dibagi dalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Pengetahuan yang tepat
tentang pengelolaan sumberdaya di WPP dan kemampuan analisa sangat diperlukan
dalam pemanfaatan potensi perikanan di WPP tersebut. Sementara, sumberdaya
manusia di bidang penangkapan yang memadai baik dari segi jumlah maupun
kualitas sangat diperlukan sebagai penentu keberhasilan pengelolaan perikanan,
khususnya pada perikanan cakalang. Ikan cakalang (Katsuwanus pelamis) merupakan salah satu ikan ekonomis penting di
Indonesia. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013) menyebutkan target
pertumbuhan ekspor mencapai 19% dimana posisi ikan Tuna, Tongkol dan Cakalang
sangat strategis dalam menghasilkan devisa negara, selain sebagai komoditas
pencukupan sumber protein hewani untuk penduduk Indonesia. Laporan terkini
menyebutkan bahwa kelompok TTC (Tuna Tongkol Cakalang) menyumbang sebanyak 12%
dari total 40% ekspor produk perikanan. Untuk itu status perikanan cakalang di
WPP menjadi sangat penting untuk diketahui. Analisa mengenai indeks musim
penangkapan, dan perkembangan hasil tangkapan sangat diperlukan. Di daerah
tropis seperti Indonesia, satu alat tangkap dapat menangkap banyak spesies ikan
dengan karakteristik ikan yang sangat berbeda, seperti ikan demersal dan ikan
pelagis.
Salah satu jenis sumberdaya ikan laut, yang mempunyai
nilai ekonomis penting dan mempunyai prospek yang baik adalah ikan
cakalang. Potensi ikan pelagis besar di wilayah pengelolaan perikanan (WPP 4)
yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores sebesar 193,60 (103 ton/tahun) dan
produksinya sebesar 85,10 (103 ton/tahun), dengan tingkat pemanfaatan sebesar
43,96 %. Teknologi penangkapan yang umum digunakan di Indonesia untuk
memanfaatkan potensi sumberdaya ikan cakalang adalah purse seine dan pancing (
pole and line, pancing tonda, pancing ulur dan long line). Potensi produksi
ikan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 900 ribu ton.
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L.) tergolong
sumberdaya perikanan pelagis penting dan merupakan salah satu komoditi ekspor
nir-migas. Ikan cakalang terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia,
terutama di Bagian Timur Indonesia.
Kegiatan penangkapan ikan tuna termasuk cakalang telah berkembang di perairan
Indonesia, khususnya perairan timur Indonesia sejak awal tahun 1970-an.
Penangkapan cakalang di Indonesia dilakukan dengan menggunakan huhate (pole and line), pancing tonda (troll line), pukat cincin (purse seine), jaring insang, dan payang.
Penangkapan cakalang tertinggi terdapat di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan
dengan menggunakan huhate dan pancing tonda. Peningkatan produksi ikan cakalang
di perairan masih dapat ditingkatkan, apabila operasi penangkapannya dapat
dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Salah satu caranya ialah dengan
mengetahui musim tangkap ikan, sehingga dapat dilakukan persiapan yang lebih
baik untuk melakukan operasi penangkapan yang lebih terarah.
Ikan Cakalang bernilai
ekonomis tinggi. Dikatakan demikian karena spesies ikan ini digunakan sebagai
bahan baku oleh berbagai jenis industri pengolahan seperti cakalang fufu, ikan
kayu, ikan kaleng, abon cakalang, dan masih banyak lagi. Ikan cakalang juga
tercatat sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk segar, beku maupun olahan.
Dari kegiatan produk olahan yang menggunakan ikan cakalang sebagai bahan baku.
Untuk mengolah berbagai produk tersebut memerlukan pula investasi untuk
membangun kapal, pabrik pengolahan, pabrik es, gudang beku dan lembaga pemasaran.
Ikan cakalang adalah nama dagang lokal daerah. Untuk wilayah pasar yang lebih
luas dipakai skipjack tuna sebagai nama dagang internasional. Nama ini diambil
dari bahasa Inggris, sedangkan nama ilmiah di sebut Katsuwonus pelamis di ambil dari bahasa Jepang yang artinya ikan
keras.
Seperti
halnya dengan sumberdaya perikanan laut lainnya sumberdaya perikanan cakalang
dapat pulih kembali (renewable) namun
demikian perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengelolaan agar
pengusahaan dan potensinya tetap lestari. Cakalang
mempunyai kemampuan bergerak sangat cepat dan dapat beruaya jauh, bahkan
menyeberangi lautan antar lintas negara. Hal ini menimbulkan penambahan dan
pengurangan sediaan disuatu perairan yang berperan penting dalam sediaan lokal
pada saat musim penangkapan di suatu daerah penangkapan. Seberapa jauh
pengetahuan tentang ruaya dan pengelolaan sumberdaya ini tidak dapat dilakukan
sendiri-sendiri, akan tetapi membutuhkan kerjasama antar negara yang berbatasan
dan mempunyai kepentingan yang sama. Perlu ditegaskan bahwa data statistik
yang akurat mutlak perlu bagi terlaksananya pengkajian stok, karena
kenyataannya masih banyak hambatan untuk memperoleh data sekunder yang terpercaya dan
lengkap dilapangan sehingga menyulitkan pengkajiannya.
Kekuatan industri pada dasarnya berbasis pada
sumberdaya. Penyebaran cakalang di
perairan Indonesia luas dengan potensi besar. Pemanfaatannya relatif masih
rendah, namun teknologi dalam usaha penangkapan berkembang pesat. Produktivitas
beberapa jenis alat penangkap cakalang yang
telah biasa digunakan nelayan telah cukup tinggi seperti pole and line dan
purse seine. Perkembangan teknologi pengolahan pesat dan kapasitas industri
cukup tinggi. Dalam industri penunjang, persediaan bahan/material pembuatan
kapal ikan dan rumpon memadai dan harga relatif murah. Demikian pula, tenaga
kerja mudah diperoleh dan relatif murah. Kekuatan industri penangkapan cakalang sebagai
komoditas bernilai ekonomi tinggi dan peluang pasar terbuka antara lain bahwa
pangsa pasar industri penangkapan Indonesia dalam pasar Asia Tenggara cukup
besar. Indonesia merupakan eksportir kedua setelah Thailand. Infrastruktur
industri perikanan tersedia cukup baik dari pemerintah maupun swasta. Dari sisi
pemerintah, sekurang-kurangnya akhir-akhir ini telah ada kemauan politik untuk
memperbaiki kebijakan dalam bidang usaha perikanan termasuk cakalang.
Kelemahan yang masih menjadi kendala bagi pengembangan industri antara lain
pendugaan potensi sumberdaya yang dapat dieksplorasi belum didukung teknologi
yang memadai, dan sistem informasi dan basis data belum akurat. Dalam semangat
mengoptimalkan eksplorasi sumberdaya, pencapaian target produksi sering
dilakukan dengan menerapkan teknologi yang tidak berwawasan lingkungan sehingga
merusak kelestarian lingkungan dan sumberdaya. Dominasi usaha penangkapan oleh
nelayan tradisional di wilayah pantai menyebabkan gejala padat tangkap.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.
Untuk mengetahui
distribusi ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) di seluruh perairan dunia.
2.
Untuk mengetahui
bentuk morfologi, dan sistematika ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis).
3.
Mengetahui
hubungan bentuk tubuh ikan tersebut dengan kebiasaan makannya.
4.
Memahami pengaruh
faktor fisika dan kimia perairan laut terhadap penyebaran dan cara hidup ikan
cakalang (Katsuwonus
pelamis).
BIOGEOGRAFI
IKAN CAKALANG
Kondisi Oseanografi
yang Mempengaruhi Penyebaran
Suhu permukaan laut
dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga keberadaan organisme di
suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini karena
sebagian besar organisme bersifat
poikilotermik. Tinggi rendahnya suhu permukaan laut pada suatu perairan
terutama dipengaruhi oleh radiasi. Perubahan
intensitas cahaya akan mengakibatkan
terjadinya perubahan suhu air laut baik horizontal, mingguan, bulanan maupun
tahunan. Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah dalam
laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat
metabolisme dan siklus reproduksi. Secara tidak langsung suhu berpengaruh terhadap
daya larut oksigen yang digunakan untuk respirasi biota laut. Pengaruh suhu
terhadap tingkah laku ikan akan terlihat jelas pada waktu ikan melakukan
pemijahan. Setiap ikan mempunyai kisaran suhu tertentu untukmelakukan
pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula.
Aktifitas metabolisme
serta penyebaran ikan dipengaruhi oleh suhu perairan dan ikan sangat peka
terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 oC sekalipun.
Suhu merupakan faktor penting untuk menentukan dan menilai suatu daerah
penangkapan ikan. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu merupakan
faktor penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan. Pada suatu daerah penangkapan ikan
cakalang, suhu permukaan laut yang disukai oleh jenis ikan tersebut biasanya
berkisar antara 16-26 oC, walaupun untuk Indonesia suhu optimum
adalah 28-29 oC dan suhu yang ideal untuk melakukan pemijahan 280
C – 290 C. Penyebaran ikan cakalang di suatu perairan adalah
pada suhu 17-23 oC dan suhu optimum untuk penangkapan adalah 20-22 oC
dengan lapisan renang antara 0-40 m. Ikan cakalang sensitif terhadap perubahan
suhu, khususnya waktu makan yang terikat pada kebiasaan-kebiasaan tertentu. Suhu
yang terlalu tinggi, tidak normal atau tidak stabil akan mengurangi kecepatan
makan ikan. Ikan cakalang dapat tertangkap secara teratur di Samudera Hindia bagian timur pada suhu 27-30 oC. Pengaruh
suhu permukaan laut terhadap penyebaran cakalang untuk perairan tropis adalah
kecil karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahunnya. Walaupun demikian
suhu dapat menandakan adanya current
boundaries. Kemudian dijelaskan penyebaran tuna dan cakalang sering
mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Garis konvergensi di antara arus
dingin dan arus panas merupakan daerah yang banyak makanan dan diduga daerah
tersebut merupakan fishing ground
yang baik untuk perikanan tuna dan cakalang.
Arus
merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam
densitas air laut, gerakan gelombang panjang
dan arus yang disebabkan oleh pasang
surut. Angin yang berhebus di perairan Indonesia
terutama adalah angin musim yang dalam setahun terjadi dua kali perbalikan arah
yang mantap, masing-masing disebut angin barat dan angin timur. Penyebaran ikan
cakalang sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Daerah pertemuan
antara arus panas dan arus dingin merupakan daerah yang banyak organisme dan
diduga daerah tersebut merupakan fishing
ground yang baik bagi perikanan cakalang. Kuat lemahnya arus menentukan
arah pergerakan tuna dan cakalang. Pada kondisi arus kuat, tuna dan cakalang
akan melawan arus dan pada arus lemah akan mengikuti arus. Peranan arus terhadap
tingkah laku ikan adalah sebagai berikut :
1. Arus mengangkat telur-telur ikan dan anak-anak
ikan dari spawning ground ke nursery ground dan selanjutnya dari nursery ground ke feeding ground.
2. Migrasi ikan dewasa dapat dipengaruhi
oleh arus yaitu sebagai alat orientasi.
3. Tingkah laku ikan diurnal juga dipengaruhi oleh
arus, khususnya oleh arus pasang surut.
4. Arus, khususnya pada daerah-daerah batas alih
perairan berbeda mempengaruhi distribusi ikan dewasa dimana pada daerah
tersebut terdapat makanan ikan.
5. Arus dapat mempengaruhi aspek-aspek lingkungan
dan secara tidak langsung menentukan spesies-spesies tertentu dan bahkan
membatasi distribusi spesies tersebut secara geografis.
Ikan-ikan
yang menginjak dewasa akan mengikuti arus balik ke masing-masing daerah
pemijahan, tempat mereka akan melakukan pemijahan. Salinitas merupakan salah
satu perameter yang berperan penting dalam sistem ekologi laut. Beberapa jenis
organisme ada yang bertahan dengan perubahan nilai salinitas yang besar (euryhaline) dan ada pula organisme yang
hidup pada kisaran nilai salinitas yang sempit (stenohaline). Salinitas dapat dipergunakan untuk menentukan
karakteristik oseanografi, selanjutnya dapat dipergunakan untuk memperkirakan
daerah penyebaran populasi ikan cakalang di suatu perairan. Ikan cakalang hidup
pada perairan dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo. Cakalang banyak
ditemukan pada perairan dengan salinitas permukaan berkisar antara 32-35 o/oo dan
jarang ditemui pada perairan dengan salinitas rendah. Cakalang hidup pada perairan
dengan kadar salinitas antara 33-35 o/oo dan jarang dijumpai pada
perairan dengan kadar salinitas yang
lebih rendah atau tinggi dari itu. Salinitas perairan yang biasa dihuni oleh
beberapa jenis tuna berbeda-beda, yaitu 18-38 o/oo untuk madidihang dan tuna
sirip biru, 33-35 o/oo untuk tuna albakor dan 32-35 o/oo untuk cakalang.

Gambar 1. Distribusi
Vertikal ikan cakalang
Kondisi
Geografis yang Mempengaruhi Penyebaran
Penyebaran cakalang di
perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis, penyebaran
cakalang ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari
Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah
selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar pantai Bombay,
diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang
berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur
dan selatan Afrika. Penyebaran cakalang
di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, selatan
Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku,
Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Fasifik (perairan Utara
Irian Jaya).
Secara garis besarnya, cakalang
mempunyai daerah penyebaran dan migrasi yang luas, yaitu meliputi daerah tropis
dan sub tropis dengan daerah penyebaran terbesar terdapat disekitar perairan
khatulistiwa. Daerah penangkapan
merupakan salah satu faktor penting yang
dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu operasi penangkapan. Dalam
hubungannya dengan alat tangkap, maka daerah penangkapan tersebut haruslah baik
dan dapat menguntungkan. Dalam arti ikan berlimpah, bergerombol, daerah aman,
tidak jauh dari pelabuhan dan alat tangkap mudah dioperasika. Musim penangkapan
cakalang di perairan Indonesia bervariasi. Musim penangkapan cakalang di suatu
perairan belum tentu sama dengan perairan yang lain. Penangkapan cakalang dan
tuna di perairan Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang
diperoleh berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi
penangkapan. Bila hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya disebut musim
puncak dan apabila dihasilkan lebih sedikit dari biasanya disebut musim
paceklik.

Gambar 2. Distribusi Geografis Ikan
Cakalang
Daerah
penyebaran ikan cakalang membentang disekitar 40º LU - 30º LS. Sebagian dari
perairan Indonesia merupakan lintasan ikan cakalang yang bergerak menuju
kepulauan Philipina dan Jepang. Itulah sebabnya ikan cakalang dijumpai hampir
sepanjang tahun di perairan kita, kelompok padat disekitar Kalimantan,Sulawesi,
Halmahera, Kepulauan Maluku dan sekitar perairan Irian Jaya. Di Indonesia
daerah penyebaran dari ikan yang menjadi tujuan penangkapan Pole and Line, meliputi
seluruh daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia terutama peredaran
Indonesia Timur, Selatan Jawa dan Sumatra barat. Cakalang adalah ikan perenang cepat
dan hidup bergerombol (schooling)
sewaktu mencari makan. kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam.
kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya
dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk
diantaranya beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas
samudera. Pengetahuan mengenai penyebaran tuna dan cakalang sangat penting
artinya bagi usaha penangkapannya.
Ikan cakalang bersifat
epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh. Cakalang sangat menyenangi daerah
dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang banyak terjadi pada
daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu, cakalang juga menyenangi
pertemuan antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara vertikal terdapat mulai dari permukaan
sampai kedalaman 260 m pada siang hari, sedangkan pada malam hari
akan menuju permukaan (migrasi diurnal).
Penyebaran geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan
panas di daerah lintang sedang. Ada tiga alasan utama yang menyebabkan beberapa
jenis ikan melakukan migrasi yaitu :
1. Mencari perairan yang kaya akan
makanan.
2. Mencari tempat untuk memijah.
3. Terjadinya perubahan beberapa faktor
lingkungan perairan seperti suhu air,
salinitas
dan arus.
SISTEMATIKA
IKAN CAKALANG
Istilah taksonomi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu taxis yang berarti
susunan dan nomos yang berarti hukum. Jadi secara umum berarti penyusunan yang
teratur dan bernoma mengenai organisme-organisme kedalam kelompok-kelompok yang
tepat dengan menggunakan nama-nama yang sesuai dan benar. Istilah ini diusulkan pertama kali oleh Condolle
pada tahun 1813 untuk klasifikasi tumbuh-tumbuhan. Identifikasi, deskripsi,
pengumpulan data tentang contoh
organisme yang diamati atau diselidiki juga penelaahan pustaka mengenai
organisme tersebut seperti: ekologi, adaptasi, distribusi termasuk dalam
kegiatan yang dilakukan oleh seorang taksonom. Sesungguhnya, taksonomi sebagian
besar berpijak pada persamaan ciri atau jenis organisme (misalnya serangga).
Organisme yang memiliki ciri yang sama dimasukkan ke dalam kelompok yang sama,
jadi dalam hal ini kita melakukan
klasifikasi.

Gambar 3. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah ikan berukuran sedang
dari familia Scombridae (tuna). Satu-satunya spesies dari genus Katsuwonus. Ikan berukuran
terbesar, panjang tubuhnya bisa mencapai 1 m dengan berat lebih dari 18 kg.
Cakalang yang banyak tertangkap berukuran panjang sekitar 50 cm. Dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai skipjack
tuna. Adapun klasifikasi cakalang adalah sebagai berikut,
:
Kingdom : Animalia
Kingdom : Animalia
Filum :
Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo :
Perciformes
Famili
:Scombridae
Genus : Katsuwonus
Spesies : Katsuwonus
pelamis
Ada beberapa
anggota marga lain dari suku Scombridae yaitu:
·
Allothunnus
fallai.
·
Auxis rochei, tongkol lisong.
·
Auxis tongolis.
·
Auxis thazard, tongkol
krai.
·
Euthynnus
affinis, tongkol como.
·
Euthynnus
alletteratus.
·
Euthynnus
lineatus.
·
Gymnosarda
unicolor.
·
Katsuwonus
pelami, cakalang.
·
Thunnus lineaus.

Gambar 4. Beberapa spesies dari
famili Scombridae
MORFOLOGI
IKAN CAKALANG
Morfologi ikan sangat
berhubungan dengan habitat ikan tersebut
di perairan dan pengenalan struktur ikan
tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu
bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat, diingat dalam mempelajari dan mengidentifikasi ikan. Bentuk luar ikan
seringkali mengalami perubahan dari
sejak larva sampai dewasa misalnya dari
bentuk bilateral simetris pada saat masih
larva berubah menjadi asimetris pada saat dewasa. Bentuk tubuh ikan merupakan suatu
adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang khusus.
Ciri-ciri morfologi
cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang
(gill rakes) berjumlah 53- 63 pada
helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung
yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip
punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops
diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik
kecuali pada barut badan (corselets)
dan lateral line terdapat titik- titik kecil. Bagian punggung berwarna biru
kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis
berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan .Termasuk ikan yang
hidup pada perairan Laut lepas namun dekat dengan garis pantai. Ikan-ikan muda
sering masuk ke dalam teluk atau pelabuhan. Gerombolannya terbentuk bersama spesies
lain, terdiri dari 100 sampai 5.000 ekor. Bagian tubuh ikan mulai dari anterior sampai
posterior berturut – turut adalah :
2) Tubuh
(truncus) : bagian tubuh mulai dari Batas akhir operculum nnsampai
anus.
3) Ekor (cauda) : dari anus sampai bagian
ujung sirip ekor.

Gambar 5. Bentuk
tubuh Fusiform Ikan Cakalang
Kebanyakan ikan memiliki bentuk tubuh streamline dimana tubuh bagian anterior dan posterior
mengerucut dan bila dilihat secara transversal, penampang tubuh
seperti tetesan air. Penampang tubuh tersebut akan
memberikan kemudahan ikan dalam menembus air sebagai media hidup. Bentuk tubuh tersebut
biasanya dikatakan sebagai bentuk tubuh ideal
(fusiform). Penampang tubuh ideal tersebut ditunjukkan pada Gambar di atas.

Gambar 6. Morfologi Ikan Cakalang
Cakalang memiliki tubuh
yang padat, penampang bulat, lateral line melengkung ke bawah tepat di bawah sirip
punggung kedua, sirip dada pendek dan berbentuk segitiga. Warna tubuh pada saat
ikan masih hidup adalah biru baja (steel
blue), tingled dengan lustrous violet di sepanjang permukaan punggung dan
intensitasnya menyusut di sisi tubuh hingga ketinggian pada pangkal sirip dada.
Sebagian dari badannya termasuk bagian abdomen, berwarna putih hingga kuning
muda, garis-garis vetikal evanescent muda tampak di bagian sisi tubuhnya pada
saat baru tertangkap.
Jenis
ikan cakalang secara normal adalah heteroseksual yaitu dapat dibedakan atas penentuan
jenis kelamin jantan dan betina. Sesuai dengan pertumbuhan, maka ikan cakalang
di bagi ke dalam enam tingkatan ekologi, yaitu:
1. Tingkat larva dan post larva, yaitu
untuk ikan yang panjang kurang dari 15 mm.
2. Prajuvenil, yaitu ikan yang berukuran antara
tingkatan post larva dengan tingkatan dimana ikan mulai diusahakan secara
komersial.
3. Juvenil, yaitu ikan muda yang ada di perairan
neritik dengan ukuran 15 cm.
4. Adolescent, yaitu ikan muda yang menyebar dari
perairan neretik ke tengah lautan mencari makan.
5. Spawners, yaitu ikan yang sudah
mencapai kedewasaan kelamin (seksual).
6. Spent fish, yaitu ikan yang sudah
pernah memijah.
Ukuran
ikan cakalang di berbagai perairan dunia pada saat pertama kali memijah/ matang
gonad adalah berbeda. Dalam perkembangannya, cakalang akan
mencapai tingkat dewasa pada tahap ke
empat. Pada tahap ini cakalang dapat mencapai panjang 39.1 cm untuk jantan dan
40.7 untuk yang betina. Ikan cakalang mulai memijah ketika panjang sekitar 40
cm dan setiap kali memijah dapat menghasilkan 1.000.000 – 2.000.000 telur.
Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan ekuator atau antara musim semi
sampai awal musim gugur untuk daerah subtropis. Masa pemijahan akan menjadi semakin
pendek dengan semakin jauh dari ekuator. Cakalang umumnya berukuran 40-80 cm
dengan ukuran maksimum 100 cm.
KEBIASAAN
MAKAN IKAN CAKALANG
Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol
yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar pulau maupun jarak jauh dan
senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga
kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan rakus
terhadap mangsanya. Gerombolannya terbentuk bersama spesies lain, terdiri dari
100 sampai 5.000 ekor. Termasuk predator oportunistik dengan jenis makanan dari
ikan kecil (Clupeidae dan Engraulidae), Cumi-cumi, Crustacea sampai
Zooplankton.

Gambar 7 : Gerombolan Ikan Cakalang
mencari makan
Kebiasaan
cakalang bergerombol sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah cakalang
dalam suatu gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu
schooling cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan yang berukuran
lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling yang kecil,
sedangkan ikan yang berukuran kecil berada pada lapisan permukaan dengan
kepadatan yang besar. Ikan cakalang ukuran besar berbeda kemampuan adaptasinya
dengan ikan cakalang ukuran kecil dalam mengatasi perubahan lingkungan. Dengan
mengetahui ukuran ikan cakalang, maka dapat melihat sebagian sifat-sifatnya
dalam mengatasi perubahan lingkungan.Di perairan Indonesia terdapat hubungan
yang nyata antara kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton.
Dengan semakin banyaknya ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul
untuk mencari makan. Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan dan
rakus terhadap mangsanya. Cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian
menurun pada tengah hari dan meningkat pada waktu senja.
Secara umum makanan
ikan cakalang dapat di golongkan atas 3 kelompok utama, yaitu ikan, crustacea
dan moluska. Golongan ikan dapat dikelompokkan pula menjadi dua kelompok yaitu
ikan umpan (ikan yang di pakai selama penangkapan) dan ikan lain selain ikan
umpan. Ikan umpan yang sering digunakan adalah ikan puri/teri, stolephorus spp;ikan lompa, Thrysinabaelama dari famili Engraulidae
; ikan gosau dan pura-pura, Spratcloiders sp (Famili Cluipeidea).
Dengan mengetahui ikan umpan yang digunakan pada saat penangkapan, maka isi
lambung selain ikan umpan dapat digolongkan sebagai makanan alami ikan
cakalang.
REPRODUKSI
IKAN CAKALANG
Ikan cakalang mulai memijah
ketika panjang sekitar 40 cm. Setiap kali memijah cakalang dapat menghasilkan
1.000.000 – 2.000.000 telur. Fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran
tetapi sangat bervariasi, jumlah telur permusim pada ikan betina dengan ukuran fork length 41-48 cm antara 8.000 –
2.000.000 telur. Cakalang memijah sepanjang tahun di perairan khatulistiwa,
antara musim semi sampai awal musim gugur di daerah sub tropis, dan waktu
pemijahan akan semakin pendek dengan semakin jauh dari khatulistiwa. Pemijahan
cakalang sangat dipengaruhi oleh perairan panas, sebagian besar larva cakalang ditemukan
di perairan dengan suhu di atas 24 oC . Musim pemijahan cakalang
ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad dan ditemukannya larva di
perairan tersebut. Perbedaan ukuran cakalang pertama kali matang gonad
dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, suhu perairan, letak lintang dan bujur
serta kecepatan pertumbuhan.

‘
Gambar 8. Siklus
hidup dari famili Scombridae
Estimasi
fekunditas dapat dipergunakan untuk menghitung besarnya sediaan dan potensi
reproduksi. Selain faktor biologi, faktor ekologis dari perairan yang menjadi
tempat hidup ikan tersebut juga mempengaruhi tigkat kelahiran dan pertumbuhan
ikan. Ikan Cakalang jantan pertumbuhannya leboih cepat dibandingkan dengan ikan
Cakalang betina. Ikan Cakalang
termasuk tuna yang tidak selektif di dalam kebiasaan makannya, karena itu akan
memakan apa saja yang dijumpai bahkan dapat memakan jenis-jenisnya sendiri.
Tingkat kematangan gonad yang diamati secara
morfologi pada ikan cakalang terdapat variasi kriterianya. Walaupun demikian,
puncak pemijahan cakalang di Laut Banda dan sekitarnya, terjadi pada bulan Juni
dan Desember dengan karakteristik sebagai ikan pemijah majemuk ( multi spawner ). Dalam penelitian ini
ditemukan cakalang terkecil yang sudah matang gonad berukuran 43,6 cm FL jantan
dan 42,8 cm FL . Di perairan sebelah Selatan Bali dan sebelah Barat Sumatera
adalah cakalang jantan dan betina terkecil yang sudah matang gonad berukuran
41,7 cm FL dan 42,8 cm FL. Sedangkan yang ditemukan di perairan Sorong
berukuran 49 cm FL jantan dan 47 cm FL betina. Di perairan Philipina, cakalang
betina yang pertama kali matang gonad hanya berukuran 34 cm FL, tetapi
kebanyakan di atas 40 cm FL. Adanya diferensiasi panjang cakalang pertama kali
matang gonad diduga karena adanya perbedaan kecepatan tumbuh sehingga ikan –
ikan yang di tetaskan pada waktu yang sama akan mencapai tingkat kematangan
gonad pada umur yang berbeda.
Jenis kelamin (Sex
ratio) ditentukan secara morfologis, yaitu mengamati bentuk dan warna
gonad. Berdasarkan seluruh contoh gonad yang diamati, ternyata cakalang jantan
dominan pada bulan September dan Desember; proporsi sebaliknya yaitu pada bulan
Oktober. Apabila dikaitkan dengan tingkat kematangan gonad, maka fluktuasi
perbandingan jenis kelamin ini diduga berkaitan dengan berlangsungnya aktivitas
pemijahan dan mortalitas alami. Berdasarkan ukuran panjang tubuh, perbandingan
jenis kelamin seimbang pada ikan yang berukuran 50,2 – 55,4 cm. Pada ukuran
yang lebih kecil didominasi oleh ikan betina dan yang lebih besar dari ukuran
tersebut didominasi oleh ikan jantan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Cakalang
mempunyai kemampuan bergerak sangat cepat dan dapat beruaya jauh, bahkan
menyeberangi lautan antar lintas negara.
2. Sumberdaya
perikanan cakalang dapat pulih kembali (renewable)
namun demikian perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengelolaan
agar pengusahaan dan potensinya tetap lestari.
3. Penyebaran
ikan cakalang di suatu perairan adalah pada suhu 17-23 oC dan suhu
optimum untuk penangkapan adalah 20-22 oC dengan lapisan renang
antara 0-40 m, ikan cakalang sensitif terhadap perubahan suhu, khususnya waktu
makan yang terikat pada kebiasaan-kebiasaan tertentu.
4. Cakalang
banyak ditemukan pada perairan dengan salinitas permukaan berkisar antara 32-35
o/oo dan jarang ditemui pada perairan dengan salinitas rendah.
5. Cakalang
memiliki tubuh yang padat, penampang bulat, lateral line melengkung ke bawah
tepat di bawah sirip punggung kedua, sirip dada pendek dan berbentuk segitiga.
Warna tubuh pada saat ikan masih hidup adalah biru baja (steel blue), tingled dengan lustrous violet di sepanjang permukaan
punggung dan intensitasnya menyusut di sisi tubuh hingga ketinggian pada
pangkal sirip dada.
Saran
Dalam pengelolaan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), perlu diperhatikan aspek
kehidupannya seperti habitat, cara makan, dan kemampuan pemijahannya yang
berguna dalam pelestarian spesies ikan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus,
S. 2011. Potensi Perikanan Indonesia.
http://repository.ipb.ac.id [20 November 2013].
Bahar,
S., dan Priyanto R. 1987. Telaah Mengenal
Panjang Cagak Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Yang Tertangkap Di Indonesia
Pada Tahun 1985. Jurnal Pendidikan Perikanan Laut. Vol. X, No. 41 : 11-17.
Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Kekenusa,
J. S., Victor, N. R., Watung, dan Djoni, H.
Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di
Perairan Manado Sulawesi Utara). Jurnal Ilmiah Sains. Vol. XII, No. 2 :
2–17. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Limbong,
M. 2008. Pengaruh Suhu Permukaan Laut
Terhadap Jumlah Dan Ukuran Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Teluk
Palabuhanratu Jawa Barat. http://repository.ipb.ac.id [20 November
2013].
Lumi,
K. W, Eddy, M., dan Max, W. Nilai Ekonomi Sumberdaya Perikanan di
Sulawesi Utara (Studi Kasus Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis). Jurnal
Ilmiah Platax. ISSN: 2302-3589. Vol. X, No. 3 :1-5. Universitas Sam Ratulangi,
Manado.
Manik,
N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan
Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Di Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan Dan Pulau
Nusa Laut. Jurnal Oseanologi dan Limnologi. ISSN 0125 – 9830. Vol. XII, No.
33 : 17-25. Pusat Penelitian Oseanografi- LIPI, Jakarta.
Mukhlis.
2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan
Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Dan Tongkol (Euthynnus Affinis) Di Perairan Utara
Nanggroe Aceh Darussalam. http://repository.ipb.ac.id [19 November
2013].
Nugroho,
A. Ikan di Perairan Laut. http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id [Oktober 2013].
Rafael,
M. R. 2011. Ikan Domersal Perairan Laut.
http://damandiri.or.id [5 November
2013].
Rasyid,
M. A. 2010. Sistem Rangka Ikan. http://fpik.bunghatta.ac.id [03 November
2013].
Setiyawan,
A., Setiya, T. H., dan Wijopriono. 2013. Perkembangan
hasil tangkapan per upaya dan pola musim penangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
di Perairan Prigi, Provinsi JawaTimur). Jurnal Depik. ISSN 2089-7790. Vol.
II, No. 2 : 76-81. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi SDI, Jakarta.
Simbolon,
D. 2010. Eksplorasi Daerah Penangkapan
Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di
Perairan Teluk Palabuharatu. Jurnal Mangrove dan Pesisir. ISSN: 1411-0679.
Vol. X, No. 1 : 42-49. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wibawa,
T. A., Dian, N., dan Budi, N. 2012. Sebaran Spasial Kelimpahan Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) Berdasarkan Analisis Data Satelit Oseanografi.
http://lipi.go.id [02 November 2013].
Wouthuyyzen,
S., Teguh, P., dan Nardin, M. 2008. Makanan dan Aspek Reproduksi Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) di Laut Banda : Suatu Studi Perbandingan. http://coremap.or.id [13 November
2013].
catatan kaki untuk setiap statemen kalau bisa dicantumkan, terimakasih
BalasHapus